Minggu, 24 Maret 2019

pet care

While a pet is generally kept for the pleasure that it can give to its owner, often, especially with horses, dogs, and cats, as well as witha some other animals, this pleasure appears to be mutual. Thus, pet keeping can be described as a symbiotic relationship, one that benefits both animals and human beings. As the keeping of pets has been practiced from prehistoric times to the present and as pets are found in nearly every culture and society, pet keeping apparently satisfies a deep, universal human need.

Sabtu, 13 Agustus 2011

Orang yang diurapi Tuhan-Sebuah sikap dari Daud

Aku sudah beberapa kali membacanya, tapi jujur, aku belum benar-benar memahami ceritanya, setiap kali kubaca lagi, pemahamanku kian bertambah, pengertian-pengertian itu kian baru bagiku. Tapi itu tidak terlalu penting, bukankah memang seharusnya demikian? Kita tidak akan pernah mencapai level pengetahuan Tuhan, ibarat langit dan bumi, bahkan sebenarnya lebih dari itu, sebab Tuhan Itu tidak terbatas. Sementara kita, Paulus mengatakan: “pengetahuan kita tidak lengkap”~1 Korintus 13:9. Jadi tidak salah jika kita perlu membaca setiap hari.

Namun baiklah, itu tidak menjadi alasan untuk menghentikan niatku, sebab aku sudah bertekad untuk mendiskusikannya. Nat’snya ada di 2 Samuel 1: 14-16, namun aku tidak akan merinci kata-kata nat’s itu di sini, karena barangkali anda akan terdorong meraih Alkitab anda dan membacanya. Sebenarnya anda perlu membaca dari ayat 1 bahkan dari pasal-pasal sebelumnya, supaya ceritanya lengkap.

Pada waktu itu salah satu tentara dari pihak Saul, seorang Amalek, dengan pakaian terkoyak-koyak datang kepada Daud, memberitahukan bahwa Saul sudah mati. Cara mati Saul sebenarnya sangat mengenaskan. Pertama dia kena panah oleh tentara Filistin yang melukainya dengan parah dan hanya menunggu waktu saja bagi orang Filistin menemukan dia dan menghabisinya. Oleh sebab itu dia minta pembawa senjatanya menghunus pedangnya dan menikam Saul karena dia tidak mau mati dan dipermainkan orang-orang tak bersunat. Pembawa senjatanya tidak mau karena segan sehingga Saul mengambil sebuah pedang dan menjatuhkan dirinya ke atasnya. Ketika pembawa senjatanya melihat Saul sudah mati, dia juga mengambil pedangnya dan menjatuhkan diri ke atasnya dan mati.

Akan tetapi pada tahap itu Saul belumlah benar-benar mati, dia diserang kekejangan tapi masih bernyawa. Kemudian dia menoleh ke belakang dan melihat salah satu dari tentaranya, si orang Amalek dan memanggil dia dan menyuruh orang Amalek itu membunuhnya. Demikianlah orang Amalek itu memenuhi permintaan Saul karena tahu Saul tak mungkin hidup lagi dalam keadaan seperti itu.

Sebelumnya, mari kita sejenak ke cerita antara Saul dan Daud, kita semua sudah tahu ceritanya, Saul benci kepada Daud. Para perempuan dari segala kota Israel yang pertama bikin gara-gara. Suatu kali, ketika Daud kembali seusai mengalahkan orang Filistin, para perempuan ini datang menyongsong raja Saul sambil menyanyi, menari-nari dan memukul Rebana, mereka bernyanyi berbalas-balasan: “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa”. Sejak saat itulah Saul selalu mendengki kepada Daud. Saul berusaha mencari cara untuk membinasakan Daud, beberapa kali Saul menombak Daud, tetapi Daud selalu bisa mengelak; Saul juga menempatkan Daud di barisan depan segala tentara, tetapi Tuhan menyertai Daud sehingga dia berhasil di seluruh perjalanannya. ~1 Samuel 18. Ironisnya, justru Daud yang memiliki kesempatan sampai 2 kali untuk membunuh Saul ~pasal 24 & pasal 26. Namun Daud tidak mau melakukannya, bukan karena apa-apa, alasannya hanya 1, dia tidak berani menjamah “orang yang diurapi Tuhan”. Saul menjadi musuh Daud seumur hidup Saul.~ayat 28

Jika cerita ini di sinetron, kita tentu sudah bisa menyambung cerita ini sampai selesai, atau setidaknya kita sudah tahulah kira-kira gambarannya akan seperti apa. Tetapi anda perlu mengikuti sampai selesai, sama sekali bertolak belakang dengan versi sinetron. Mengetahui Saul adalah musuh Daud, si orang Amalek mungkin berpikir bahwa Daud akan senang mendengar berita yang disampaikannya, atau setidaknya perasaan Daud akan biasa-biasa saja. Satu yang tidak disadari oleh orang Amalek ini dan sebagian besar dari kita adalah: “Daud ini memiliki hubungan yang sangat intim dengan Tuhan, dia mengenal Tuhan lebih dalam, mungkin dari kita semua”. Sementara kita mengartikan “orang yang diurapi Tuhan” secara biasa-biasa saja, Daud mengartikan itu seperti apa adanya dan memahami apa saja yang terkandung dalam kata-kata itu. Sebenarnya banyak alasan manusiawi bagi Daud untuk senang mendengar Saul mati, atau setidaknya menyikapi kematian Saul sebagai hal yang biasa saja. Di antaranya adalah ketika Saul membunuh para imam di Nob dimana sebelumnya Ahimelekh berbuat baik pada Daud. Namun semua itu tidak ada artinya bagi dia dibandingkan dengan bagaimana ‘menghormati dan mentaati Tuhan’. Itulah alasannya mengapa kita memiliki sikap dan tindakan yang berbeda dengan Daud dalam menangani Saul ini.

Begitu Daud mendengar cerita si orang Amalek mengenai kematian Saul, Daud mengoyakkan pakaiannya dan semua orang yang bersama dengan dia melakukan hal yang sama. Kemudian mereka meratap, menangis dan berpuasa sampai matahari terbenam, karena Saul, karena Yonatan anak Saul, sahabat Daud, dan karena Israel umat Tuhan. Setelah itu, Daud mengurus si orang Amalek, menanyakan asal-usulnya dan berkata: “Bagaimana? Tidakkah engkau segan mengangkat tanganmu dan memusnahkan orang yang diurapi Tuhan?” Lalu Daud memanggil salah seorang anak buahnya untuk memarang orang Amalek itu sampai mati karena dia telah membunuh orang yang diurapi Tuhan.~2 Samuel 1: 16

Kita juga sudah tahu bahwa oleh karena ketidaktaatan Saul, Tuhan sudah undur dari Saul. Namun itu tidak mengurangi sikap Daud memperlakukan Saul sebagai orang yang diurapi Tuhan. Daud tahu arti dan harga dari sebuah pengurapan dan kita tak akan bisa mengukurnya. Itu mengartikan kepada kita, bagaimana dalamnya pandangan Daud akan Tuhan dan akan hidup.

Seandainya kita yang sekarang berada di zaman Kasih Karunia ini, hidup di zaman Daud atau zaman sebelum Kristus datang (sebelum Masehi), aku coba bertanya-tanya berapa orang yang akan mati kena parang seperti orang Amalek itu karena tidak segan atau berlaku kurang ajar terhadap orang yang diurapi Tuhan. Coba kita hitung satu persatu, kita mulai dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang berlaku kurang ajar terhadap Yesus, kemudian orang-orang yang kurang ajar terhadap rasul-rasul, orang-orang di zamannya pahlawan-pahlawan iman hingga orang-orang yang mengaku mereka orang-orang yang diutus Tuhan akan tetapi pada saat yang bersamaan tidak tahu cara bersikap kepada orang-orang yang diurapi Tuhan. Ah, sungguh tidak terhitung, ternyata sangat banyak. Aku hanya bisa memandang kepada Kasih Karunia Tuhan, bersyukur dan meminta: “Tuhan, kiranya KasihMu senantiasa memenuhi hidupku sehingga aku tak akan pernah menjamah dan mengusik orang-orang yang Engkau urapi!”

Rabu, 27 Mei 2009

Tujuan Hidup Paling Utama

What then?
Ini cerita dari abad 16. Seorang pemuda berkata berkata kepada Philip Neri: “Akhirnya saya diperbolehkan ayah melanjutkan studi di Fakultas Hukum”. Neri merespon dengan kata-kata sederhana: “oh ya, setelah itu kamu mau ke mana”? Si pemuda melanjutkan: “Setelah itu saya akan jadi pengacara”. Neri meneruskan: “Kemudian”?. Si pemuda berkata: “Saya akan memiliki banyak uang, membeli rumah yang bagus dan kereta kuda”. Philip Neri bertanya terus “kemudian”? Pemuda itu menjawab: “Saya akan menikahi wanita cantik dan menjalani kehidupan yang indah”.

Sekali lagi Neri bertanya: “Selanjutnya?” Pemuda tersebut terdiam, dan untuk pertama kali, dia memikirkan kematian dan kekekalan dalam hidupnya.

Point dari cerita ini adalah: Tidak ada yang salah dengan kekayaan, tapi kalau itu yang menjadi tujuan hidup kita, kita akan mengabaikan kekekalan. Kita akan menjadi orang yang percaya kepada uang dan bukan Allah. Yesus berkata: “Tidak mungkin mencintai uang dan Allah sekaligus” (Matius 6: 24) dan mengingatkan: “Jangan menyimpan bagimu harta di bumi, tetapi di surga”(ayat 19-20).

Baik orang tua maupun yang masih muda, harus membuat hal yang penting dalam hidupnya, yaitu perencanaan, tetapi selalulah tempatkan kekekalan di tempat yang terpenting. (Dikutip dari: “Our Daily Bread”, 2005 Annual Gifts Edition, tanggal 6 July 2005)

Head Hunter
Ini kesaksian dari seorang “head hunter”. Dia bekerja mencari, menginterview dan memasukkan eksekutip ke perusahaan-perusahaan. Dia terbiasa dengan sebuah gaya dimana dia mengajak orang-orang yang dia interview ke beberapa tempat yang membuat mereka melupakan perkara-perkara yang membebani pikiran mereka. Setelah tiba pada tahap tersebut, maka dia akan melontarkan satu pertanyaan: “Apa tujuan hidup anda”?

Satu kali, dia mengajak orang yang dia interview ke sebuah cafe di mana terdapat musik yang lembut mengiringi suasana santai. Sang head hunter membuka jas, memesan minuman dan membuat orang yang diinterview benar-benar merasa rileks. Tiba-tiba si head hunter mengangkat dan menaikkan kakinya ke meja dan kemudian bertanya: “Apa tujuan hidup anda?” Orang yang dia interview kelabakan dan gagal memberikan jawaban yang tepat dan kebanyakan di antara yang dia interview mengalami kegagalan karena situasi seperti ini.

Satu kali, dia menginterview satu orang, dengan cara yang sama dia mengajak ngobrol dan berjalan ke tempat santai. Kemudian dia bertanya: “Apa tujuan hidup anda?” Kali ini sang head hunter yang kelabakan mendengar jawaban dari orang tersebut: “Tujuan saya adalah pergi ke surga dan membawa sebanyak mungkin orang ke sana”.

Kamis, 16 Oktober 2008

Doa tidak pernah sia-sia

Satu kali Roger Simms mencari tumpangan. Sebuah mobil mahal yang dikendarai seorang pria yang lebih tua berhenti, pria yang bernama Hanover itu memberi dia tumpangan. Dalam perjalanan mereka berbicara tentang banyak hal, termasuk bisnis Tuan Hanover di Chicago.

Roger merasakan dalam rohnya desakan untuk menceritakan tentang Yesus, tetapi agak kuatir untuk bersaksi kepada seorang pengusaha kaya. Kitika hampir mendekati tujuannya, Roger mulai berbicara: “Tuan Hanover, saya ingin membagikan kepada Anda satu hal yang sangat penting”. Roger menjelaskan jalan keselamatan dan bertanya apakah Tuan Hanover mau menerima Kristus sebagai juruslamatnya.

Tanpa diduga, pengusaha itu meminggirkan mobilnya, menundukkan kepalanya, menangis, dan mengucapkan pengakuan dosa dan mengundang Yesus dalam hatinya. Ia berterima kasih kepada Roger sambil berkata, “Ini merupakan hal terbesar yang terjadi pada diri saya”.

Lima tahun sejak kejadian itu, ketika Roger berada di Chicago dalam suatu perjalanan bisnis, Roger mendatangi Hanover Enterprises. Resepsionis memberitahunya bahwa dia tidak boleh menemui Tuan Hanover. Setelah didesak akhirnya resepsionis mengangkat telepon dan setelah menutup telepon kembali, mengatakan Roger hanya bisa menemui Nyonya Hanover. Dengan sedikit kecewa Roger mengikuti resepsionis tersebut memasuki kantor.

Setelah bersalaman, Roger menjelaskan kebaikan hati Tuan Hanover yang memberi dia tumpangan lima tahun lalu. Merasa tertarik, Nyonya Hanover bertanya kapan hal itu terjadi. Roger mengatakan tanggal 7 Mei lima tahun yang lalu. Nyonya Hanover menanyakan apakah ada hal-hal yang tidak biasa terjadi selama dia ada di mobil. Roger agak ragu-ragu, jangan2 kesaksian yang diberikannya menjadi sumber pertengkaran. Tetapi desakan lembut Roh Kudus mendorong dia untuk mengatakan bahwa ia telah menceritakan Injil dan suaminya telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamatnya.

Nyonya Hanover mulai menangis tak terkendali. Setelah beberapa menit, ia menjelaskan bahwa dia telah menjalani hidup yang murung selama 5 tahun, ia merasa doa-doanya untuk keselamatan suaminya tidak akan pernah dijawab. Lima tahun lalu, setelah Tuan Hanover meninggalkan Roger di tempat tujuannya, beberapa saat kemudian Tuan Hanover meninggal dunia karena tabrakan yang mengerikan.

Moral dari cerita ini: Seburuk apapun jalan yang anda lihat, jangan mengabaikan: “Allah adalah setia dan ia pasti menjawab doa dan kerinduan hati anda”. (Dikutip dari “Stories for the Heart”, oleh Alice Gray).

Surely the arm of the LORD is not too short to save, nor his ear too dull to hear. (Isaiah 59:1, New International Version)

Satu Hari di Kota Las Vegas

Sebuah Penjelasan Tentang Anugerah
Las Vegas merupakan kota yang dijuluki sebagai “Sin City (Kota Dosa)”. Tapi pernahkah Anda tahu, tanggal 3 Mei 1975 dinyatakan sebagai “Hari Kathryn Kuhlman di Las Vegas” oleh Oran Gragson (wali kota Las Vegas, Nevada waktu itu).

Pada masa itu, Kathryn Kuhlman telah menjadi pengkotbah dengan pelayanan kesembuhan Illahi yang sangat terkenal. Setiap kebaktian yang dia pimpin selalu dibanjiri orang2. Seringkali ribuan orang harus pulang karena tidak kebagian tempat duduk di kebaktian yang dipimpinnya. Seorang hamba Tuhan berbicara kepada hamba Tuhan lainnya tentang pelayanan Kathryn: “Pintu gedung baru akan dibuka pada pukul 13.00, tetapi pukul 09.30 sudah banyak sekali yang datang sampai-sampai petugas khusus didatangkan untuk menjaga ketertiban.” Ini sudah menjadi salah satu ciri kebaktian yang dipimpin oleh Kathryn.

Meskipun inti dari pelayanannya adalah permohonan yang berapi-api kepada orang-orang untuk menyerahkan hati mereka kepada Yesus Kristus, namun kesembuhan telah menjadi salah satu ciri kental dalam pelayanannya. Mujijat selalu terjadi, baik ketika pintu gedung dibukakan, sewaktu pujian dan penyembahan berlangsung, bahkan sewaktu kantung2 persembahan dibagikan.

Karena sering tampil di televisi, Kathryn menerima ratusan undangan dari seluruh penjuru dunia. Satu kali perhatiannya tertuju pada sepucuk surat yang pengirimnya adalah Oran Gragson dan seluruh Dewan Kota Las Vegas, Nevada. Mereka menyampaikan undangan resmi dan berjanji akan berusaha keras menjadikan kebaktian itu sukses besar. Kathryn memenuhi undangan tersebut.

Menurut catatan, beberapa malam sebelum kebaktian, seorang pemain komedi berkebangsaan Yahudi yang membintangi sebuah pertunjukan di klub makan malam mewah di Caesar’s Palace berkata pada hadirin: “Oh, ngomong-ngomong, Kathryn Kuhlman ada di kota ini, saya harap Anda bisa meninggalkan mesin-mesin judi ini dan menghadiri kebaktiannya. Saya pun akan datang, Kathryn Kuhlman? wah…dia hebat!”

Pada malam sebelum kebaktian, hotel2 kasino (Hotel Stardust, Sahara, Hilton) sudah penuh semua, bukan dipenuhi penjudi, melainkan oleh umat Allah dari berbagai penjuru. Sekitar delapan ribu orang memadati Convention Center dan ribuan orang terpaksa dilarang masuk. Seorang wartawan dari Logos Journal (Juli 1975) menulis: “Semua orang ada di sana, pengurus kasino, pelacur, penjudi, penghibur, gadis penari dan penyanyi, penari telanjang dan pembagi kartu judi. Umat Kristen yang telah begitu sibuk bekerja untuk persiapan acara, sudah tiba menjelang kedatangan Kathryn. Dan wali kota berada di deretan kursi paling depan.”

Ketika Kathryn berjalan ke mimbar, gemuruh tepuk tangan terasa memekakkan telinga. Kemudian Kathryn berdoa: “Yesus yang luar biasa, aku tidak punya apa-apa. Namun jika Engkau dapat mengambil yang tidak ada dan memakainya, kupersembahkan yang tidak ada itu kepadaMu. Aku tahu aku mengasihiMu; yang bisa kuberikan kepadaMu hanyalah hidupku dan seluruh kekuatan tubuhku. Hanya itu yang dapat kuberikan.”

Di tengah kebaktian, berbagai kesembuhan mulai terjadi di setiap sudut Convention Center dan orang2 berlarian ke depan untuk memberikan kesaksian, termasuk seorang agnostik yang sebelumnya memiliki kedua telinga tuli, sekarang dia dapat mendengar. Hari itu Kathryn berkotbah mengenai KeTuhanan Kristus, dia menyampaikannya dengan terus terang dan tanpa kompromi. “Apakah anda menginginkan jaminan yang luar biasa dalam hal keselamatan? Tidak inginkah anda tahu bahwa dosa-dosa anda telah diampuni?” Tidak terhitung jumlah orang yang menanggapi tantangan itu dan maju ke depan untuk menyerahkan hati mereka kepada Kristus. Bagian depan auditorium itu penuh sesak oleh manusia. Hari itu Kathryn melayani dan mendoakan mereka selama 5 jam.

Mungkin Las Vegas memang telah menjadi tuan rumah berbagai peristiwa yang spektakuler, namun satu hari di bulan Mei tahun 1975, kota itu telah menyaksikan betapa besar Kemurahan dan Anugerah Tuhan Allah Yang Hidup.

Dikutip dari buku: “Kathryn Kuhlman, warisan rohaninya dan pengaruhnya dalam kehidupan saya”, oleh: Benny Hinn